Inspirasi memudar
Semua hitam menamparku tanpa peduli akan kesakitan
Entah itu apa yang ramai terbahak-bahak tanpa beban
Entah apa itu yang seolah berjalan diatas angin
Bosan menatap mata yang sama
Malu tapi punya mau
Ingin tapi sembunyi
Mati sajalah dan berganti dengan nyanyian-nyanian surgawi baru
Coba tengok dan baru rasakan itu sebuah belati menusuk jantungmu sendiri.
****
“Inilah aku yang berdiri tegak di hadapanmu
Inilah aku yang selalu memandangmu dari bawah sebagi pelayanmu
Inilah aku yang selalu meneteskan peluh ketika harus menghormatimu
Inilah aku yang berharap kau tetap diatas sana,dengan congkak tapi tesisih
Inilah aku yang seolah berlindung tapi sebenarnya melindung
Tolonglah tunjukan kita besar
Kalau asli punya kita harta
Tak usah malu,aku ini pelayanmu yang sepertinya setia
Jadi tolong beri tahu dunia.”
****
Surat untuk bapak menteri.
pak ,kemarin baru kulambaikan tanganku kepada pesawat yg membawa Anda diatas langit
Yang membelah awan dan memecah angin.
Pak ,baru kemarin saya memajang foto bapak di dinding saya yang bolong,supaya tikus-tikus kecil itu tidak masuk dalam kamarku.
Baru kemarin juga kulihat ibuku yang kuli panggul memakai baju yang ada fotonya,lucu,besar tapi gagah dan berwibawa.
Kupandangi terus itu baju,kuamati ter yata itu gambar bapak.
Setiap hari tak lupa sekalipun saya memandang dan memberi hormat
Sebab kata ibu guru,”kalian harus hormat dengan orang-orang yang memperjuangkan kehidupan KALIAN”.
Sambil berharap bapak memberi sedikit senyum serta keajaiban agar ayahku bisa dikembalikan dari ganasnya laut dan ibuku diangkat jadi pembantu rumah tangga bapak.
Aku pasti sangat senang,adikku yang sekarat dan tanpa pengobatan pasti akan langsung berdiri dan sehat kembali, karena mendengar ibunya diangkat jadi orang penting bapak.
Karena kata ibu guruku,”menjadi kaki tangan orang penting itu jabatan terhormat”.
Tapi aku kecewa pak,mengapa di pagi hari yang sedikit mendung tadi,bapak pergi dari dunia ini.
Gudang uang bapak,yang bapak tampung dalam berangkas besar, bapak tinggalkan begitu saja.
Baru saja ibuku mau jadi pembantu bapak,mengapa bapak harus pergi.
Bapak masih punya janji sama KAMI bahwa akan merubah kehidupan KAMI,
Katanya kami bisa kaya? Tapi kapan? Oh aku tahu ,bapak pasti mau menampung banyak uang dulu,baru nanti dibagi-bagikan kepada KAMI.
TERIMA KASIH PAK.
Tapi? Bapak kan sudah mati, terus siapa yang akan membantu KAMI jadi kaya?
Oh mungkin,orang-orang yang berpakaian jas mengkilat serta ibu-ibu yang memakai sepatu tinggi, yang melayat kerumah bapak itulah yang akan membantu KAMI.
Aku tahu sekarang,terima kasih bapak atas kebaikannya..selamat jalan.
ELIN PRATIWI
SBY,05-04-2011
“Aku Ini Orang Hitam
Yang tak mengerti akan kuasa
Aku ini orang dari keburaman
Yang mencoba menerka arah tanpa kebrutalan.
Bukan duri yang mau terinjak oleh kaki
Tanpa alas
Bukan pula kapuk lembut
yang menerbangkan diri diatas imaji.
Ini hanya aku yang hitam,
Yang tak mengerti akan kuasa
Hanya aku
Yang buram yang menerka arah tanpa kebrutalan.
Biar tangan ini mengaduk lumpur
Lalu tubuh ikut-ikutan terkubur,
Safir yang menawan
Buta dipandangan.
Dan aku,
Tetap orang hitam yang tak mengerti
Akan kuasa yang berprasangka.”
***
“setiap sorot dalam kecilnya indera
Berbalut keindahan yang menabirkan makna
Ini ada satu objek saja yang diterka, menguap dengan satu titik mata”
Elin pratiwi September 2011
“Ini adalah pagi ketika asap mengepul diantara jemari
Mana tahan nafsu dengan lipstick merah meranting
Balutan kaki dengan lumpur sedengkul
Dada kembang kempis merekah bagai buah apel.
Ini pasti enak dicicipi,
Ini pasti nikmat dilayani
Berapa mau yang diberi,berapa mau yang harus dihargai
Punggungmu itu bungkuk karena beban seberat rumahmu
Matamu kering namun tak penah hitam
Tanganmu halus namun mengkerut
Nasib kaumku.”
Bodohnya sang.
Ketika hening mengikat ramai
Aku bagai mati diantara nafas
Congkaknya mereka tertawa, senyumnya itu basi
Cerdiknya gumpalan halus isi tempurung
Terbolak balik seperti dadar
Ini kaki masih diantara mereka yang ramai
Masih diantara mereka yang berdebat
Masih diantara mereka yang berpura-pura
Aku akan habis, habis karena diamku
Tidak ada komentar:
Posting Komentar